BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Dewasa ini kemasan makanan
merupakan bagian dari makanan yang sehari-hari kita konsumsi. Bagi
sebagian besar orang, kemasan makanan hanya sekadar
bungkus makanan dan cenderung dianggap sebagai “pelindung” makanan.
Sebetulnya tidak tepat begitu, tergantung jenis bahan kemasan. Contohnya adalah kemasan makanan yang berbahan plsatik. Kemasan plastik dianggap murah dan praktis untuk pembungkus, termasuk pembungkus makanan. Alasan lain menggunakan plastik untuk pembungkus makanan adalah pembungkus nonplastik seperti kertas pengemas dianggap sulit diperoleh dan mudah rusak dibanding plastik. Tak heran hampir semua makanan baik roti, biskuit, mi instan, maupun air mineral menggunakan plastik sebagai pembungkus. Tidak hanya produk pabrikan, dalam kehidupan sehari-hari, pedagang makanan juga cenderung menggunakan plastik untuk membungkus makanan. Sehingga penggunaan kemasan plastik di masyarakat semakin meningkat.
bungkus makanan dan cenderung dianggap sebagai “pelindung” makanan.
Sebetulnya tidak tepat begitu, tergantung jenis bahan kemasan. Contohnya adalah kemasan makanan yang berbahan plsatik. Kemasan plastik dianggap murah dan praktis untuk pembungkus, termasuk pembungkus makanan. Alasan lain menggunakan plastik untuk pembungkus makanan adalah pembungkus nonplastik seperti kertas pengemas dianggap sulit diperoleh dan mudah rusak dibanding plastik. Tak heran hampir semua makanan baik roti, biskuit, mi instan, maupun air mineral menggunakan plastik sebagai pembungkus. Tidak hanya produk pabrikan, dalam kehidupan sehari-hari, pedagang makanan juga cenderung menggunakan plastik untuk membungkus makanan. Sehingga penggunaan kemasan plastik di masyarakat semakin meningkat.
Perhatikan saja kalau kita membeli jajanan, gorengan, penjual langsung memasukkan jajanan
yang masih panas itu ke pembungkus plastik yang lebih kita kenal sebagai “tas
kresek”. Juga kalau kita membeli makanan berkuah seperti bakso atau soto, penjual memasukkan
kuah panasnya langsung ke bungkus plastik. Ternyata kebiasaan itu memiliki efek buruk bagi
kesehatan. Di negara maju, penggunaan plastik untuk pembungkus mulai dihindari.
Menurut dr.
Hengky Indradjaja, ada beberapa alasan kenapa penggunaan plastik mulai
dihindari. Pertama, sejumlah bahan plastik bersifat racun (toksik) karena bahan yang digunakan untuk membuat plastik
yaitu Polystirena (PS) diketahui bersifat karsinogenik yang dapat memicu munculnya penyakit
kanker. Kedua, penggunaan plastik yang begitu luas
dapat menjadi masalah lingkungan yang sangat kompleks. Sampah plastik tidak
mudah terurai dibandingkan sampah organik. Membakar sampah plastik juga bukan
penyelesaian baik karena residu dan asap plastik sangat beracun.
Dari hal yang telah teruraikan di atas, bahwa
plastik sangat berbahaya bagi kesehatan maupun lingkungan. Oleh karena itu
diperlukan alternatif lain, pengganti plastik dalam pembungkusan makanan yang
tidak membahayakan kesehatan dan mencemari lingkungan. Alternatif yang sering
kita dengar sebagai pengganti plastik adalah daun, terutama daun pisang.
Daun pisang sering digunakan sebagai pembungkus
makanan, ditambah lagi karena daun pisang mudah didapat dan ramah lingkungan.
tapi, karena dun pisang sudah sering digunakan sebagai pembungkus makanan, maka
penulis mencoba mencari alternatif lain yaitu dengan menggunakan daun talas sebagai pembungkus
makanan.
Alasan penulis
menggunakan daun talas sebagai pembungkus makanan pengganti daun pisang, dikarenakan
daun talas
dapat dikonsumsi dan dapat digunakan sebagai pembungkus makanan yang dikenal
sebagai buntil.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan
latar belakang yang tertera di atas, dapat dirumuskan masalah sebagai berikut :
1. Apakah daun
talas dapat digunakan sebagai pengemas makanan alami dan higienes?
2. Apakah kelebihan
daun talas digunakan sebagai pengemas
makanan?
1.3 Tujuan
Karya tulis ini disusun dengan tujuan, agar para pembaca mengetahui bahwa, kelebihan
daun talas selain sebagai pengobatan alternatif adalah sebagai pengemas
makanan.
1.4 Manfaat
1. Agar
masyarakat dapat menggunakan daun talas sabagai pengemas makanan alami dan
higienis untuk menghindari penggunaan kemasan plastik.
2. Mensosialisasika
penggunaaan daun talas kepada masyarakat sebagi pengemas makanan.
BAB II
LANDASAN TEORI
2.1 Makanan
Makanan
adalah bahan, biasanya berasal dari hewan atau tumbuhan, dimakan oleh makhluk hidup
untuk memberikan tenaga
dana nutrisi.
Pada umumnya bahan makanan mengandung beberapa unsur atau senyawa seperti air, karbohidrat,
protein, lemak,
vitamin,
enzim,
pigmen
dan lain-lain. Setiap makhluk hidup membutuhkan makanan. Tanpa
makanan, makhluk hidup akan sulit dalam mengerjakan aktivitas sehari-harinya.
Makanan dapat membantu kita dalam mendapatkan energi,membantu
pertumbuhan badan dan otak. Memakan makanan yang
bergizi akan membantu pertumbuhan kita, baik otak maupun badan. Setiap makanan
mempunyai kandungan gizi
yang berbeda. Protein,
karbohidrat,
lemak,
dan lain-lain adalah salah satu contoh gizi yang akan kita dapatkan dari
makanan.
Maka dari itu makanan membutuhkan tempat penyimpanan atau pengemas
yang tidak merusak kandungan gizi pada makanan dan tidak berdampak buruk bagi
konsumen.
2.2
Pengemasan Makanan
Pengemasan
merupakan suatu cara atau perlakuan pengamanan terhadap makanan atau bahan
pangan, agar makanan atau bahan pangan baik yang belum diolah maupun yang telah
mengalami pengolahan, dapat sampai ke tangan konsumen dengan “selamat”, secara
kuantitas maupun kualitas.
2.2.1 Fungsi Pengemasan Makanan
Mengatur
interaksi antara bahan pangan dengan lingkungan sekitar, sehingga menguntungkan
bagi bahan pangan, dan menguntungkan bagi manusia yang mengkonsumsi bahan
pangan.
2.2.2 Tujuan Pengemasan Makanan
- Membuat umur simpan bahan pangan menjadi panjang.
- Menyelamatkan produksi bahan pangan yang berlimpah.
- Mencegah rusaknya nutrisi/gizi bahan pangan.
- Menjaga dan menjamin tingkat kesehatan bahan pangan.
- Memudahkan distribusi/ pengangkutan bahan pangan.
- Mendukung perkembangan makanan siap saji.
- Menambah estetika dan nilai jual bahan pangan.
2.2.3 Persyaratan Bahan Pengemas Makanan
- Memiliki permeabilitas (kemampuan melewatkan) udara yang sesuai dengan jenis bahan pangan yang akan dikemas.
- Harus bersifat tidak beracun dan inert (tidak bereaksi dengan bahan pangan).
- Harus kedap air.
- Tahan panas.
- Mudah dikerjakan secara masinal dan harganya relatif murah.
Pengemasan makanan sangat berperan
penting untuk menjaga atau melindungi makanan yang dikemas. Bahan yang
digunakan untuk mengemas makanan harus
sesuai dengan sifat-sifatbahan makanan yang akan dikemas.
2.3
Plastik Pengemas Makanan
2.3.1
Plastik
Plastik adalah salah
satu bahan yang dapat kita temui di hampir setiap barang yang ada di sekitar
kita. Mulai dari botol minum, TV, kulkas, pipa pralon, plastik laminating, gigi
palsu, compact disk (CD), kutex (pembersih kuku), mobil, mesin, alat-alat
militer hingga pestisida. Karena tingginya tingkat ketergantungan manusia pada
plastik, sehingga plastik pun dijadikan sebagai pembungkus makanan. Kemasan
plastik mulai diperkenalkan pada tahun 1900-an. Sejak itu perkembangannya
sangat cepat. Sesudah Perang Dunia II, diperkenalkan berbagai jenis kemasan
plastik dalam bentuk kemasan lemas (fleksibel) maupun kaku. Beberapa jenis
kemasan plastik yang dikenal antara lain polietilen, polipropilen, poliester,
nilon, dan vinil film. Bahkan selama dua dasawarsa terakhir, pangsa pasar dunia
untuk kemasan pangan telah direbut oleh kemasan plastik.
2.3.2
Kandungan Plastik
Plastik ternyata mengandung zat-zat
yang berbahaya apabila masuk ke dalam tubuh manusia. Maksud bahwa makanan tidak
boleh dibungkus dengan plastik adalah apabila tidak ada alas antara keduanya
atau gampangnya dibungkus telanjang. Jadi apabila makanan yang anda bungkus
dengan plastik terlebih dahulu dibungkus dengan kertas minyak hal itu masih
dibolehkan, karena makanan yang anda bungkus tidak langsung terkena plastik
pembungkus.
Apalagi makanan yang masih dalam keadaan panas, lalu
dibungkus menggunakan plastik. Sangat tidak dianjurkan, mungkin
partikel-partikel plastik akan bercampur dengan makanan karena suhu makanan
tersebut menyebabkan interaksi zat-zat yang ada pada plastik pembungkus. Dalam
kemasan plastic, adanya migrasi atau pindahnya zat-zat
monomer dari bahan plastik ke dalam makanan ini tidak mungkin dapat dicegah 100
persen. Migrasi (perpindahan) monomer terjadi karena dipengaruhi oleh suhu
makanan atau penyimpanan dan proses pengolahannya. Memang tidak semua, hanya
beberapa, seperti vinil klorida, akrilonitril, metacrylonitril, vinylidene
klorida, dan styrene. Monomer vinilklorida dan akrilonitril cukup tinggi
potensinya untuk menimbulkan kanker pada manusia. Vinilklorida dapat bereaksi
dengan guanin dan sitosin pada DNA, sedangkan akrilonitril bereaksi dengan
adenin. Vinilasetat telah terbukti menimbulkan kanker tiroid, uterus, dan lever
pada hewan. Akrilonitril menimbulkan cacat lahir pada tikus-tikus yang
memakannya.
Monomer-monomer lain,
seperti akrilat, stirena, dan metakrilat serta senyawa-senyawa turunannya,
seperti vinilasetat, polivinil klorida, kaprolaktam, formaldehida, kresol,
isosianat organik, heksa metilendiamin, melamin, epodilokloridrin, bispenol,
dan akrilonitril dapat menimbulkan iritasi pada saluran pencernaan terutama
mulut, tenggorokan, dan lambung. Aditif plastik jenis plasticizer, stabilizer,
dan antioksidan dapat menjadi sumber pencernaran organoleptik yang membuat
makanan menjadi berubah rasa serta aroma dan bisa menimbulkan keracunan. Pada
suhu kamar, dengan waktu kontak yang cukup lama, senyawa berberat molekul kecil
dapat masuk ke makanan secara bebas, baik yang berasal dari aditif maupun
plasticizer.
2.3.3 Kelebihan
dan kekurangan plastik
Plastik sebagai kemasan pembungkus
makanan memiliki berbagai kelebihan. Kelebihan-kelebihan tersebut pun membuat
plastic semakin unggul sebagai pembungkus makanan. Kelebihan tersebut di
antaranya kuat tetapi ringan, murah, praktis,
tidak berkarat, sifat termoplastis (bisa direkat menggunakan panas),
dapat diberi label atau cetakan dengan berbagai kreasi, dan mudah diubah
bentuknya. Sebagai bahan pembungkus, plastik dapat digunakan dalam bentuk
tunggal komposit atau multilapis dengan bahan lain, baik antara plastik dan
plastik yang beda jenis, plastik dan kertas, maupun dengan yang lainnya.
Kombinasi tersebut dinamakan laminasi. Dengan demikian, kombinasi dari berbagai
jenis plastik dapat menghasilkan ratusan jenis kemasan. Namun setiap benda
pasti memiliki kekurangan, tidak luput pula dengan plastic. Kekurangan plastic
tersebut di antaranya kemungkinan terjadinya migrasi atau pindahnya zat-zat
monomer dari bahan plastik ke dalam makanan, terutama jika makanan tersebut tak
cocok dengan kemasan atau wadah penyimpanannya. Bahkan jika tidak digunakan
sesuai fungsinya, bahan-bahan kimia yang terkandung didalamnya bisa
membahayakan kesehatan. Beberapa jenis plastik dikondisikan tak tahan panas dan
perlu waktu puluhan hingga ratusan tahun untuk terurai secara alami. Walaupun
banyaknya kekurangan dari plastik tersebut, masyarakat masih tetap memilih
plastic sebagai pembungkus makanan. Penggunaan plastic itupun, dapat dicoba
untuk dikurangi dengan mencari alternatif pengganti plastic yang ramah lingkungan
misalnya dengan daun.
2.4
Alternatif Pengemas Makanan.
Seperti
yang kita ketahui, pengemas makanan berbahan platik sangat berbahaya bagi
kesehatan dan lingkungan (karena tidak dapat terurai oleh mikroorganisme), maka
dari itu banyak alternatif yang dapat digunakan untuk mengemas makanan. Dari
pengemas yang tradisional maupun pengemas modern.
Bahan
alami yang dapat digunakan untuk mengemas makanan contohnya daun pisang. Tetapi
tidak semua daun pisang baik digunakan untuk mengemas, dikarenakan sifat fisik
yang berbeda terutama sifat fleksibilitas. Cara penggunaannya dapat secara
langsung atau melalui proses pelayuan terlebih dahulu, hal ini untuk lebih
melenturkan daun sehingga mudah untuk dilipat dan tidak sobek atau pecah.
Seperti halnya pada pengemasan tape ketan, produk ini banyak mengandung air,
sehingga dengan permukaan yang licin , rendah menyerap panas, kedap air dan
udar, maka cocok untuk digunakan untuk mengemas.
Selain daun, kemasan alami juga ada
yang terbuat dari bambu, kayu, rami atau yute. Namun, saat ini banyak
alternatif pengemas makanan modern, tetapi tidak berarti memiliki fungsi yang
lebih baik dari kemasan tradisional yaitu :
1. Styrofoam
Bahan pengemas styrofoam atau polystyrene telah menjadi salah satu pilihan yang paling populer dalam bisnis pangan. Tetapi, riset terkini membuktikan bahwa styrofoam diragukan keamanannya. Styrofoam yang dibuat dari kopolimer styren ini menjadi pilihan bisnis pangan karena mampu mencegah kebocoran dan tetap mempertahankan bentuknya saat dipegang. Selain itu, bahan tersebut juga mampu mempertahankan panas dan dingin tetapi tetap nyaman dipegang, mempertahankan kesegaran dan keutuhan bahan yang dikemas, biaya murah,lebih aman, serta ringan. Pada Juli 2001, Divisi Keamanan Pangan Pemerintah Jepang mengungkapkan bahwa residu styrofoam dalam makanan sangat berbahaya. Residu itu dapat menyebabkan endocrine disrupter (EDC), yaitu suatu penyakit yang terjadi akibat adanya gangguan pada system endokrinologi dan reproduksi manusia akibat bahan kimia karsinogen dalam makanan Styrofoam yang ringan dan praktis ini masuk dalam kategori jenis plastik.
Bahan pengemas styrofoam atau polystyrene telah menjadi salah satu pilihan yang paling populer dalam bisnis pangan. Tetapi, riset terkini membuktikan bahwa styrofoam diragukan keamanannya. Styrofoam yang dibuat dari kopolimer styren ini menjadi pilihan bisnis pangan karena mampu mencegah kebocoran dan tetap mempertahankan bentuknya saat dipegang. Selain itu, bahan tersebut juga mampu mempertahankan panas dan dingin tetapi tetap nyaman dipegang, mempertahankan kesegaran dan keutuhan bahan yang dikemas, biaya murah,lebih aman, serta ringan. Pada Juli 2001, Divisi Keamanan Pangan Pemerintah Jepang mengungkapkan bahwa residu styrofoam dalam makanan sangat berbahaya. Residu itu dapat menyebabkan endocrine disrupter (EDC), yaitu suatu penyakit yang terjadi akibat adanya gangguan pada system endokrinologi dan reproduksi manusia akibat bahan kimia karsinogen dalam makanan Styrofoam yang ringan dan praktis ini masuk dalam kategori jenis plastik.
2. Kertas
Beberapa kertas kemasan dan non-kemasan (kertas koran dan majalah) yang sering digunakan untuk membungkus makanan, terdeteksi mengandung timbal (Pb) melebi hi batas yang ditentukan. Di dalam tubuh manusia, timbal masuk melalui saluran pernapasan atau pencernaan menuju sistem peredaran darah dan kemudian menyebar ke berbagai jaringan lain, seperti: ginjal, hati, otak, saraf dan tulang.
Beberapa kertas kemasan dan non-kemasan (kertas koran dan majalah) yang sering digunakan untuk membungkus makanan, terdeteksi mengandung timbal (Pb) melebi hi batas yang ditentukan. Di dalam tubuh manusia, timbal masuk melalui saluran pernapasan atau pencernaan menuju sistem peredaran darah dan kemudian menyebar ke berbagai jaringan lain, seperti: ginjal, hati, otak, saraf dan tulang.
3. Kaleng
Kaleng yang dipergunakan untuk mengemas makanan itu cukup aman sebatas tidak berkarat, tidak penyok dan tidak bocor. Namun demikian bila kita akan mengonsumsi makanan yang dikemas dalam kaleng ini perlu melakukan pemanasan ulang. Yakni kurang leblh l5 menit untuk menghindarkan adanya E-coli yang sangat mematikan.
Kaleng yang dipergunakan untuk mengemas makanan itu cukup aman sebatas tidak berkarat, tidak penyok dan tidak bocor. Namun demikian bila kita akan mengonsumsi makanan yang dikemas dalam kaleng ini perlu melakukan pemanasan ulang. Yakni kurang leblh l5 menit untuk menghindarkan adanya E-coli yang sangat mematikan.
4. Gelas
Gelas merupakan bahan pengemas yang aman. Gelas banyak digunakan untuk mengemas minuman ataupun makanan yang telah diproses melalui proses fermentasi seperti acar, taoco, kecap, dan lain-lain.
Gelas merupakan bahan pengemas yang aman. Gelas banyak digunakan untuk mengemas minuman ataupun makanan yang telah diproses melalui proses fermentasi seperti acar, taoco, kecap, dan lain-lain.
2.5
Daun Talas sebagai Pengemas Makanan.
2.5.1 Talas.
Talas atau talas bogor (Colocasia giganteum
Hook., suku talas-talasan atau Araceae) merupakan tumbuhan penghasil umbi,
populer ditanam terutama di wilayah Indonesia bagian barat. Talas mirip dengan taro namun menghasilkan umbi yang lebih besar.
Daun talas berbentuk perisai yang besar. Daun ini dapat digunakan
sebagai pelindung kepala bila hujan.
Xanthosoma
roseum
|
Permukaan daunnya
ditumbuhi rambut-rambut halus yang menjadikannya kedap air karena air akan mengalir
langsung meninggalkan permukaan daun. Daunnya juga sebagai pakan ikan gurame.
Umbi talas dapat diolah
dengan dikukus, direbus atau digoreng setelah dipotong-potong kecil. Daun talas
dapat dipakai sebagai pembungkus. Daun talas juga dapat dimakan dan dijadikan
pembungkus makanan yang dikenal sebagai buntil.
2.5.2 Kandungan Talas.
Talas merupakan umbi
berbentuk silinder atau lonjong sampai agak bulat. Kulit talas berwarna
kemerahan, bertekstur kasar dan terdapat bekas-bekas pertumbuhan akar.
Sedangkan warna dagingya putih keruh. Kandungan kimia dalam talas dipengaruhi
oleh varietas, iklim, kesuburan tanah, dan umur panen. Umbi talas segar
sebagian besar terdiri dari air dan karbohidrat. Kandungan gizi yang terdapat
pada 100 gram umbi talas terdapat dalam tabel berikut :
Tabel 1. Kandungan gizi talas
Kandungan gizi
|
Talas mentah
|
Talas rebus
|
Energi (kal)
|
120
|
108
|
Protein (g)
|
1,5
|
1,4
|
Lemak (g)
|
0,3
|
0,4
|
Hidrat arang total
(g)
|
28,2
|
25,0
|
Serat (g)
|
0,7
|
0,9
|
Abu (g)
|
0,8
|
0,8
|
Kalsium (mg)
|
31
|
47
|
Fosfor (mg)
|
67
|
67
|
Besi (mg)
|
0,7
|
0,7
|
Karoten total
|
0
|
0
|
Vitamin B1 (mg)
|
0,05
|
0,06
|
Vitamin C (mg)
|
2
|
4
|
Air (g)
|
69,2
|
72,4
|
Bagian yang dimakan
(%)
|
85
|
100
|
Sumber
: Slamet D.S dan Ig.Tarkotjo (1980), majalah gizi dan makanan jilid 4, hal 26,
Pusat Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Depkes RI.
Selain umbi
talas, daun talas mengandung banyak senyawa kimia yang dihasilkan dari
metabolisme sekunder seperti alkaloid, glikosida, saponin, essensial oil,
resin, gula dan asam-asam organik. Umbi talas mengandung pati yang mudah
dicerna kira-kira sebanyak 18,2% dan sukrosa serta gula pereduksinya 1,42%.
2.5.3 Ciri-ciri
Tanaman Talas
Talasan adalah
tanaman herba monokotil tahunan. Kecuali spesies Amorphophallus, daun yang
muncul dari tunas apikal komus berupa gulungan dengan tangkai daun panjang dan
tegak yang menopang lembar daun yang lebar dan besar, berbentuk tameng. Tangkai
daunnya lembut panjang padat berisi, tetapi memiliki banyak rongga udara yang
memungkinkan tanaman beradaptasi terhadap kondisi tergenang. Sifat umum talasan
adalah terdapatnya cairan getah menggigit yang ditemukan di seluruh jaringan.
Tinggi tanaman
ini antara 0,5 – 1,5 m dan memiliki daun berjumlah 2 sampai dengan 5 helai.
Daun merupakan daun lengkap, yaitu memiliki helaian daun, tangkai daun dan
pelepah serta termasuk daun tunggal. Tangkai daun berwarna hijau, bergaris-garis
tua dengan panjang 20 – 60 cm. Daun berbentuk perisai, berwarna hijau dan
terkadang agak kekuning-kuningan. Pangkal daun berlekuk dan ujungnya meruncing.
Ibu tulang daun daun besar dan dapat dibedakan dengan jelas dengan anak-anak
tulang daun lainnya. Tepi daun rata, dengan pertulangan daun menjari dan tipe
peruratan daun memata jala. Bagian bawah daun berlapis lilin, sedangkan bagian
atas daun berwarna lebih cerah dari bagian bawahnya dan memiliki tekstur yang
kasap. Batang sangat pendek, biasanya terbungkus oleh pelepah daun dan
berbentuk umbi (bongkol) yang seringkali kita konsumsi. Batang berada di dalam
tanah, berwarna coklat agak kehitaman dan terkadang diseliputi oleh bulu-bulu
yang halus. Batang berbentuk bulat dan jarak antar ruas batang sangat sempit
atau pendek. Arah tumbuh batang tegak, sehingga berdasarkan arah tumbuhnya
cabang maka talas memiliki model arsitektur Chamberlain. Akar tanaman ini
termasuk sistem perakaran serabut, dimana akar berasal atau tersusun atas
sekelompok akar adventif yang terletak pada batang yang sangat pendek dan
berbentuk filiformis.
2.5.4 Budi Daya
Talas
Penanaman talas di negeri kita saat
ini masih terbatas pada pekarangan dan tegalan saja. Hal ini menyebabkan
produksi tanaman talas tehambat. Tehambatnya produksi talas, menyebabkan ikut
terhambatnya produksi daun talas, hal ini yang menyebabkan sedikitnya orang
menggunakan daun talas sebagai pengemas makanan.
Pada umumnya, pertanaman
tanaman talas masih dijalankan secara tradisional. Dimana bibit yang berupa anakan,
diperoleh dari pertanaman sebelumnya. Bibit yang baik merupakan anakan kedua
atau ketiga dari pertanaman talas sebelumnya. Anakan tersebut, setelah
dipisahkan dari tanaman induk, disimpan pada tempat yang lembab dan dapat
digunakan pada musim tanam berikutnya.
Penanaman talas sangat
mudah dilakukan, dan memerlukan ketekunan serta keterampilan yang sederhana.
Langkah-langkah pembibitan :
1.
Siapkan bibit yang berasal dari tunas atau umbi
sebelumnya (tunas biasanya berumur 5-7 bulan).
2.
Pilih bibit yang berada pada bagian bakal tunas,
kemudian iris dan tinggalkan satu mata bakal tunas.
3.
Umbi yang diiris, dianginkan dan waktu disemaikan,
lapisan bagian dalam irisan dilapisi abu.
4.
Setelah bibit tersebut berdaun 2-3 lembar daun, umbi
siap ditanam pada tanah yang telah diolah sampai gembur (jarak tanam : 75cm X
75 cm).
Setiap tanaman tidak lepas
dari penyakit atau hama. Begitu pula dengan tanaman talas. Sejenis cendawan
yang dapat menyebabkan tananaman talas layu. Hama yang mengganggu secara tidak
langsung ialah rayap yang menggeruguti buah talas sehingga pertumbuhan tidak
sempurna. Tidak sempurnanya pertumbuhan tanaman talas menyebabkan produksi daun
talas semakin berkurang.
Pemberantasan hama pada
tanaman talas yang daunnya akan digunakan sebagai pengemas makanan, sebaiknya
tidak menggunakan pestisida. Karena zat-zat pestisida akan dengan mudah melekat
pada daun talas. Tentu saja hal itu akan membahayakan, karena zat-zat pestisida
yang melekat pada daun talas akan bercampur dengan makanan. Tetapi hal itu tidak
akan berbahaya, jika kita dapat mengolah daun talas dengan baik.
BAB III.
METODE PENELITIAN
3.1
Metode
Pengumpulan Data
Adapun
metode pengumpulan data dalam penulisan adalah menggunakan metode studi pustaka.
Metode studi pustaka dilakukan dengan mencari data melalui internet dan membaca
buku-buku yang terkait dengan data yang diangkat pada karya tulis ini. Data
dari buku-buku sumber dan internet ini diharapkan dapat menunjang data yang
diperoleh.
3.2
Metode
Pengolahan Data
Setelah data terkumpul, pengolahan
dilakukan dengan menggunakan metode deskriptif. Dengan analisis secara
deskriptif ini akan dipersentasikan secara lebih ringkas, sederhana, dan lebih
mudah dimengerti. Analisis deskriptif pada umumnya menyangkut tentang plastik
sebagai bahan pengemas makanan dan hal-hal yag berkaitan dengan talas (daun
talas).
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Daun Talas sebagai Pengemas
Makanan Alami.
Talas adalah
salah satu jenis tanaman yang sudah dikenal luas dalam masyarakat kita. Ia merupakan
salah satu tanaman palawija yang penting. Disamping itu talas juga merupakan
sumber pangan ubi-ubian nomor tiga setelah ubi kayu dan ubi jalar. Tidak hanya
umbi talas yang dapat dipergunakan, tetapi daun talas bisa digunakan sebagai
pembungkus makanan.
Daun talas
mempunyai struktur atau karakteristik yang lebar sehingga sangat cocok jika di
gunakan sebagai pengemas makanan. Daun talas berbentuk perisai besar dengan tangkai panjang dan besar,
lembaran daunnya 20-50 cm, dengan tangkai mencapai 1 meter panjangnya dan warna
pelepahnya bermacam-macam, sehingga dapat digunakan sebagai
pelindung kepala bila hujan. Permukaan daunnya ditumbuhi
rambut-rambut halus yang menjadikannya kedap air karena
air akan mengalir langsung meninggalkan permukaan daun.
Daun talas dapat dipakai sebagai pembungkus makanan seperti bubur, nasi, jajanan tradisional Bali
(sumping). Bila daun Talas dipolesi minyak kelapa asli rasa makanan akan lebih
gurih dan tidak lengket pada daun
4.1.1 Pengolahan Daun
Talas Sebagai Pengemas Makanan.
Daun talas yang baru dipetik, yang sudah dipisahkan dari
batangnya, kemudian pangkal daun dipotong untuk memisahkan tulang daun yang
keras yang terdapat pada pangkal daun. Setalah daun siap, kemudian dibersihkan.
Setelah daun yang sudah bersih, dijemur selama + 1-2 menit. Setelah daun
layu, daun talas tersebut siap digunakan sebagai sebagai pengemas makanan.
Bila daun talas digunakan sebagai
pengemas jajanan Bali seperti sumping, daun talas tersebut tidak perlu melalui
proses penjemuran. Daun talas hanya dipotong sesuai dengan keiinginan dan jenis
makanan.
Contoh makanan yang
saat ini sudah dikemas dengan daun talas adalah Buntil. Buntil merupakan
makanan khas magelang. Kebanyakan makanan buntil menggunakan kemasan daun
talas. Selain digunakan untuk pengemasan buntil, daun talas sebagai pengemas
juga bisa langsung di makan karena talas mempunyai nilai gizi yang cukup
tinggi. Alasan menggunakan daun talas sebagai pengemas buntil tidak lain karena
daun talas mempunyai permukaan dau yang sangat lebar.
Daun talas dapat
dijadikan pengemas makanan alami dan higienis karena daun talas mudah untuk
dibersihkan. Membersihkan daun talas, cukup dengan lap yang basah. Hal lain
yang menyebabkan daun talas mudah dibersihkan adalah permukaan daun alas yang
lebar serta lapisan lilin yang terdapat pada daun talas yang menyebabkan
kotoran-kotoran tidak mudah melekat pada permukaan daun.
4.2 Keunggulan Daun Talas sebagai Pengemas Makanan.
Daun talas selain digunakan sebagai pengobatan alternatif,
juga dapat digunakan sebagai pengemas
makanan. Daun talas memiliki keunggulan tersendiri dari daun-daun lainnya. Daun
talas memiliki lapisan lilin yang menyebabkan daun tersebut kedap air, sehingga
kandungan makanan tidak mudah hilang. Hal tersebut menjadikan makanan tidak
mudah mengalami fermantasi (basi).
Selain daun talas kedap
air, daun talas juga kedap terhadap minyak. Hal ini terjadi karena adanya prinsip gaya kohesi dan adhesi. Dimana gaya kohesinya lebih besar dari pada adhesinya, yaitu gaya tarik menarik
antar molekul yang sejenis dalam hal ini gaya tarik antar molekul air lebih
besar daripada gaya tarik menarik molekul air dengan molekul lapisan lilin pada
daun talas.
Keunggulan lain dari daun talas sebagai pengemas makanan
adalah dapat dengan mudah dicari. Karena tanaman talas dapat tumbuh di
daerah-daerah tropis seperti Indonesia. Seperti yang kita ketahui, kebanyakan
orang hanya menggunakan atau hanya memanfaatkan umbi talas. Tanpa di sadari,
daun talas juga dapat dimanfaatkan sebagai pengemas makanan daripada terbuang dengan
sia-sia. Selain daun talas mudah dicari, daun talas juga mudah untuk
dibudidayakan sendiri.
Dewasa ini sedang dilakukan penelitian nanoteknotogi
penggunaan daun talas sebagai bio-plastik. Alasan para peneliti
menggunakan talas sebagai bahan pembuatan
bio-plastik, karena keunggulan talas yang memiliki lapisan lilin yang kedap
air.
Permukaan daun talas yang lebar, juga menjadi keunggulan
tersendiri sebagai pengemas makanan. Jika dibandingkan dengan daun pisang, daun
talas juga tidak kalah dengan daun pisang. Di kalangan masyarakat sekarang,
kebanyakan masyarakat hanya menggunakan daun pisang sebagai pengemas makanan
alami. Tetapi, tidak mungkin akan selalu menggunakan daun pisang sebagai
pengemas makanan. Oleh karena itu, tidak jika penggunaan kemasan daun pisang
diseimbangkan dengan penggunaan daun talas sebagai pengemas makanan guna
menanambah pengemas organik, alami dan ramah lingkungan ke kalangan masyarakat
luas. Selain menjaga kesehatan, pengemas makanan alami juga akan menjaga
kelestarian lingkungan.
BAB
V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Dari
data yang telah dijabarkan, dapat ditarik kesimpulan, bahwa :
1. Penggunaan
plastik sebagai pengemas makanan tidak baik bagi kesehatan dan tidak baik bagi
lingkungan.
2. Alternatif
lain pengemas makanan organik selain daun pisang, yaitu dapat menggunakan daun
talas.
3. Pembudidayaan
tanaman talas bertujuan meningkatkan produksi daun talas.
4. Daun
talas mempunyai karakteristik tersendiri sebagai pengemas makanan.
5. Pengolahan
daun talas sebagai pengemas makanan dapa dilakukan dengan cara yang sederhana.
6. Daun
talas mempunyai keunggulan-keunggulan dalam pengemasan makanan.
5.2 Saran
Adapun saran yang disampaikan
penulis adalah :
1. Perlu
adanya penelitian lebih lanjut untuk mengetahui kandungan daun talas yang lebih
lengkap.
2. Perlu
adanya sosialisasi guna menyebarluaskan kegunaan daun talas sebagai pengemas
makanan di kalangan masyarakat luas.
DAFTAR PUSTAKA
Ari, Sri Rini Dwi.2008. Teknologi Pangan Jilid 2.Jakarta:Dektorat
Pembinaan
Sekolah Menengah
Kejuruan.
Rahmat Rukmana, Ir.1998.Budi Daya Talas.Jakarta:Kanisus
http://warihnugroho.blogspot.com/2008/04/budi-daya-talas.html.
Diakses tanggal 1 Agustus 2010
http://bukabi.wordpress.com/2009/01/27/umbi-umbian-talas/.
Diakses tanggal 6 Agustus 2010
file:///D:/camp%20rock/Tugas/talasl.htm.
diakses tangga 8 Agustus 2010
No comments:
Post a Comment