Wednesday, May 2, 2012

Kado Natal dari Gadis



Hai guys.. sekian lama cerpen ini tenggelam bersama senja di ufuk barat... hahahaha.. sok kali Miss Disa nie.. ckckckck ._. tapi ga apa2 lah.. sekedar memperbaharui saja.. hehehe.. lets check.. 
.......................................*

Hari sudah senja, tapi anak kecil yang sering aku panggil Gadis masih terduduk di bukit belakang rumahku. Setiap hari Gadis selalu duduk di bawah pohon cemara besar itu. Tapi entah mengapa, untuk pertama kalinya dia duduk terlalu lama di sana, terus menatap ke atas langit. Seakan menginginkan sesuatu jatuh dari langit. Hari sudah mulai malam, tapi ia belum beranjak dari sana. Entah apa yang dipikirkannya, tapi aku merasa kasihan. Sungguh anak yang malang.
       “Gadis, ayo pulang. Hari sudah malam” aku memanggilnya untuk mengajaknya pulang
           “Iya, Kak.” Jawabnya singkat. Gadis berlari menyusuri lereng bukit yang berumput hijau itu. Sebuah tempat favorit Gadis ketika senja datang. Entah apa yang bisa dia pikirkan, aku pun sulit untuk menebaknya. Wajahnya yang begitu mungil dan polos, terkadang membuat hatiku merasa prihatin kepadanya ketika ia selalu berada di bukit itu. Menatap kosong ke arah langit.
            “Apa yang sedang kamu lakukan di atas sana?” aku bertanya karena penasaran dengan anak kecil ini.
            “Ah, tidak. Hanya duduk melihat indahnya langit.” Jawabnya, lalu berlari meninggalkanku.
            Aku pikir sungguh sulit untuk menjadi seorang anak yang tidak tahu bagaimana ayah dan ibunya. Ya, gadis aku temukan di depan gerbang rumahku. Sungguh malang nasib anak itu, tapi bagaimanapun juga sekarang telah menjadi tugasku untuk menjaganya.
            “Hey, Gadis tunggu kakak” mengikutinya berlari dibelakangnya
            “Ayo kakak, kejar aku kalau kakak bisa” mempercepat larinya sambil tertawa kecil. Senang bisa melihatnya tertawa seperti itu. Sudah lama, sejak aku temukan dia sepuluh tahun yang lalu, baru kali ini dia tertawa sebahagia itu.
            Sesampainya di rumah, aku menyuruhnya untuk membersihkan diri. Kotor sekali anak kecil ini, pikirku. Tapi hal itu membuat aku kembali bertanya pada diriku, apa yang sedang dia lakukan di atas bukit sana setiap senja, sampai-sampai badannya bisa kotor seperti itu. Entahlah, biarkan dia dan Tuhan yang tahu, pikirku kembali.

            “Cepat  bersihkan badanmu, lalu pergi untuk ibadah. Setelah itu baru kita makan bersama.” Sulit bagiku untuk mengabaikan anak kecil itu. Bagaimanapun juga, dia yang membawakan keceriaan dalam hidupku. Kalau tidak ada dia, pasti aku sudah tinggal sendiri dan kesepian. Benar-benar bagaikan malaikat kecil yang dikirimkan Tuhan.
            “Kakak?” Gadis memanggilku saat kami sedang makan malam. Sepertinya ada sesuatu yang ingin dia katakan.
            “Ah, iya. Ada apa?” tanyaku kepadanya.
            “Ayah dan ibuku, apa kakak tahu mereka dimana?” pertanyaan yang terlontar dari mulut kecilnya membuatku kaget mendengarnya. Benar-benar sangat heran, karena tumben sekali dia menanyakan hal itu. Padahal selama ini dia tidak pernah bertanya itu padaku.
            “Ah, mereka. Nanti kakak beritahu, habiskan dulu makananmu.” Jawabku. Aku tidak tahu harus menjawab apa. Mungkin dia memang merindukan orang tuanya. Karena sudah selama sepuluh tahun dia tidak pernah mengetahui bagaimana dan dimana orang tuanya berada. Bagiku wajar untuk anak seperti dia menanyakan keberadaan orang tuanya.
            Pagi ini aku mengantar Gadis berangkat ke sekolahnya. Sungguh sangat beruntung anak ini masih bisa aku sekolahkan. Selama perjalanan menuju ke sekolah, dia terus menatapku seakan menunggu jawaban yang pasti dariku tentang keberadaan orang tuanya. Aku balik menatapnya depan hanya tersenyum kepadanya dan tidak berkata apa-apa.
            “Sudah sampai. Jangan nakal ya.” Kataku padanya saat sampai di sepan gerbang sekolahnya
            “Kakak” menatapku dengan wajah memelas.
            “Sudahlah, cepat masuk. Nanti kan kita bertemu lagi.” Jawabku untuk menghindari pertanyaan dari. Dia hanya tersenyum mendengar jawabanku, lalu pergi ke dalam ke sekolah sambil melambaikan tangan padaku. Aku tahu, dia kecewa mendengar jawaban dariku, tapi aku sendiri bingung harus mengatakan apa padanya.
            Saat senja hari ini, aku merasa aneh melihat Gadis berada di rumah. Biasanya dia masih berada di bukit, tapi kali ini seharian dia berada di rumah.
            “Hey, aneh sekali melihatmu berada di rumah seharian. Biasanya kamu masih ada di bukit, apa kau sudah tidak suka ke sana lagi?” tanyaku kepadanya. Dia melihatku dengan kesal saat aku bertanya seperti itu.
            “Kakak. Pertanyaan apa itu? Kakak tahu sendiri, itu tempat favoritku. Jadi tidak mungkin aku tidak suka pergi ke sana.” Jawabnya dengan nada sedikit marah.
            “Lalu?” jawabku singkat. Aku heran dengan anak kecil ini, apa yang sedang dia pikirkan. Saat aku menjawab seperti itu, dia hanya tersenyum melihat aku heran.
            “Nanti juga kakak tahu sendiri.” katanya sambil tersenyum. Sungguh anak yang aneh, pikirku.
            Hari ini sekolah mulai libur. Karena 3 hari lagi adalah Hari Natal. Walaupun hari libur, tapi aku tetap saja sibuk. Setidaknya, ada Gadis yang membantu menyiapkan semuanya untuk merayakan Natal nanti. Tapi, entah mengapa semakin hari tingkah Gadis semakin aneh saja. Biasanya dia pergi ke bukit saat senja, tapi sekarang dari siang hari dia sudah pergi kesana.
            “Hey, kenapa siang-siang begini sudah mau pergi?” tanyaku dengan heran. Dia hanya tersenyum lalu pergi. Yah, setidaknya dia sudah lebih ceria, dan satu yang membuatku lega, mungkin dia sudah melupakan pertanyaannya tentang ayah dan ibunya, pikirku.
            Selama empat hari ini dia terus pergi ke bukit lebih awal, membawa banyak sekali barang. Entah apa yang dia lakukan di sana.
            “Hey, ini terakhir aku kakak bertanya, apa yang kau lakukan di sana?” tanyaku untuk terakhir kalinya. Gadis terdiam sejenak, lalu berkata
            “Rahasia.” Dia tersenyum lalu berlalu begitu saja. Sungguh anak yang sangat aneh.
            Malam ini malam Natal, sudah beberapa kali memang aku merayakan Natal bersama anak ini. tapi berbeda dengan kali ini. Karena hari ini, aku memutuskan untuk mengatakan kebenaran tentang orang tuanya.
            “Gadis, apa kamu masih menunggu jawaban itu?” tanyaku kepadanya.
            “Jawaban?” dia bertanya heran. Aku pikir dia sudah melupakannya. Walaupun dia lupa, aku harus mengatakannya. Karena aku rasa sudah cukup lama aku membohongi anak kecil ini. Sudah saatnya untuk dia mengetahuinya.
            “Ya. Tentang orang tuamu.” Kataku. Tapi, setelah mendengar itu, kepalanya tertunduk. Raut wajahnya berbubah, dan matanya pun berkacar-kaca.
            “Sudahlah kakak, aku sudah melupakannya.” Katanya dengan nada yang sedih. Aku jadi merasa bersalah membuatnya bersedih di hari yang berbahagia ini.
            “Tapi, aku senang bisa bertemu dengan kakak.” Lanjutnya, lalu tersenyum.
            “Hmm.. aku lupa, aku punya sesuatu untuk kakak. Ayo ikut aku!” dia memegang tanganku lalu menarikku.
            “Mau kemana?” tanyaku.
            “Sudah, kakak ikut saja.” Katanya. Entah kemana dia akan membawaku, malam sungguh gelap jadi aku tidak bisa melihat apa-apa. Hanya cahaya bintang yang bersinar di atas.
            “Sudah sampai.” Katanya.
            “Sampai? Apa maksudmu?” tanyaku heran.
            Dia terdiam, lalu melepaskan tangannya dariku. Pergi ke suatu tempat, meninggalkan aku sendiri. dan tiba-tiba,
            “Kejutan!” teriaknya. Semua menjadi terang karena banyaknya lampu di sini. Terlihat juga pohon cemara besar yang indah dengan lampu dan hiasan natal, serta bintang besar di atasnya. Sungguh sangat menakjubkan.
            “Kakak, ini kado Natal untuk kakak. Memang aku tidak membuatnya sendiri, tapi aku harap kakak senang.” Katanya.
            Aku terdiam, anak kecil ini benar-benar bagaikan malaikat. Entah bagaimana dia bisa mempersiapkan ini semua.
            “Jadi, setiap hari kamu ke sini, untuk mempersiapkan ini?” tanyaku masih penasaran dengan apa yang dia lakukan. Anak ini benar-benar menakjubkan. Jika orang tuanya tahu, betapa hebatnya anak ini, pasti mereka akan menyesal.
            Aku mamandangi Gadis dengan penuh haru. Gadis terdiam, menatap ke atas langit dan tersenyum.
            “Ayah, Ibu. Kalian lihat, ini hadiah Natal untuk kalian. Indah bukan? Ayah, Ibu, hadiah ini juga aku persembahkan untuk kakak. Dia yang selalu menjagaku. Aku sedih tidak bisa bertemu kalian, tapi aku senang aku bertemu dengan kakak.” Dia berteriak sambil menatap langit. Tampak ada air mata yang menetes dari sudut matanya mengalir di atas pipinya. Aku benar-benar terharu dan tidak bisa berkata apa-apa. Gadis memelukku dengan erat, lalu berbisik
            “Aku sayang kakak. Selamat Hari Natal. Dan tetaplah menjadi kakakku.” katanya.
            Kata yang sungguh mengharukan yang diucapkan oleh malaikat kecil, yang menjadi kado terindah di Hari Natal ini.

No comments:

Post a Comment