Friday, January 28, 2011

Sekedar Tahu


BAB I
PENDAHULUAN

1.1  Latar Belakang
Dewasa ini kemasan makanan merupakan bagian dari makanan yang sehari-hari kita konsumsi. Bagi sebagian besar orang, kemasan makanan hanya sekadar
bungkus makanan dan cenderung dianggap sebagai “pelindung” makanan.
Sebetulnya tidak tepat begitu, tergantung jenis bahan kemasan.
Contohnya adalah kemasan makanan yang berbahan plsatik. Kemasan plastik dianggap murah dan praktis untuk pembungkus, termasuk pembungkus makanan. Alasan lain menggunakan plastik untuk pembungkus makanan adalah pembungkus nonplastik seperti kertas pengemas dianggap sulit diperoleh dan mudah rusak dibanding plastik. Tak heran hampir semua makanan baik roti, biskuit, mi instan, maupun air mineral menggunakan plastik sebagai pembungkus. Tidak hanya produk pabrikan, dalam kehidupan sehari-hari, pedagang makanan juga cenderung menggunakan plastik untuk membungkus makanan. Sehingga penggunaan kemasan plastik di masyarakat semakin meningkat.
Perhatikan saja kalau kita membeli jajanan, gorengan, penjual langsung memasukkan jajanan yang masih panas itu ke pembungkus plastik yang lebih kita kenal sebagai “tas kresek”. Juga kalau kita membeli makanan berkuah seperti bakso atau soto, penjual memasukkan kuah panasnya langsung ke bungkus plastik. Ternyata kebiasaan itu memiliki efek buruk bagi kesehatan. Di negara maju, penggunaan plastik untuk pembungkus mulai dihindari. Menurut dr. Hengky Indradjaja, ada beberapa alasan kenapa penggunaan plastik mulai dihindari. Pertama, sejumlah bahan plastik bersifat racun (toksik) karena bahan yang digunakan untuk membuat plastik yaitu Polystirena (PS) diketahui bersifat karsinogenik yang dapat memicu munculnya penyakit kanker. Kedua, penggunaan plastik yang begitu luas dapat menjadi masalah lingkungan yang sangat kompleks. Sampah plastik tidak mudah terurai dibandingkan sampah organik. Membakar sampah plastik juga bukan penyelesaian baik karena residu dan asap plastik sangat beracun.
Dari hal yang telah teruraikan di atas, bahwa plastik sangat berbahaya bagi kesehatan maupun lingkungan. Oleh karena itu diperlukan alternatif lain, pengganti plastik dalam pembungkusan makanan yang tidak membahayakan kesehatan dan mencemari lingkungan. Alternatif yang sering kita dengar sebagai pengganti plastik adalah daun, terutama daun pisang.
Daun pisang sering digunakan sebagai pembungkus makanan, ditambah lagi karena daun pisang mudah didapat dan ramah lingkungan. tapi, karena dun pisang sudah sering digunakan sebagai pembungkus makanan, maka penulis mencoba mencari alternatif lain yaitu dengan menggunakan daun talas sebagai pembungkus makanan.
Alasan penulis menggunakan daun talas sebagai pembungkus makanan pengganti daun pisang, dikarenakan daun talas dapat dikonsumsi dan dapat digunakan sebagai pembungkus makanan yang dikenal sebagai buntil.
1.2  Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang tertera di atas, dapat dirumuskan masalah sebagai berikut :
1.    Apakah daun talas dapat digunakan sebagai pengemas makanan alami dan higienes?
2.    Apakah kelebihan  daun talas digunakan sebagai pengemas makanan?

1.3  Tujuan
Karya tulis ini disusun dengan tujuan, agar para pembaca mengetahui bahwa, kelebihan daun talas selain sebagai pengobatan alternatif adalah sebagai pengemas makanan.

1.4  Manfaat
1.    Agar masyarakat dapat menggunakan daun talas sabagai pengemas makanan alami dan higienis untuk menghindari penggunaan kemasan plastik.
2.    Mensosialisasika penggunaaan daun talas kepada masyarakat sebagi pengemas makanan.
BAB II
LANDASAN TEORI
2.1 Makanan
Makanan adalah bahan, biasanya berasal dari hewan atau tumbuhan, dimakan oleh makhluk hidup untuk memberikan tenaga dana nutrisi. Pada umumnya bahan makanan mengandung beberapa unsur atau senyawa seperti air, karbohidrat, protein, lemak, vitamin, enzim, pigmen dan lain-lain. Setiap makhluk hidup membutuhkan makanan. Tanpa makanan, makhluk hidup akan sulit dalam mengerjakan aktivitas sehari-harinya. Makanan dapat membantu kita dalam mendapatkan energi,membantu pertumbuhan badan dan otak. Memakan makanan yang bergizi akan membantu pertumbuhan kita, baik otak maupun badan. Setiap makanan mempunyai kandungan gizi yang berbeda. Protein, karbohidrat, lemak, dan lain-lain adalah salah satu contoh gizi yang akan kita dapatkan dari makanan.
Maka dari itu makanan membutuhkan tempat penyimpanan atau pengemas yang tidak merusak kandungan gizi pada makanan dan tidak berdampak buruk bagi konsumen.
2.2 Pengemasan Makanan
Pengemasan merupakan suatu cara atau perlakuan pengamanan terhadap makanan atau bahan pangan, agar makanan atau bahan pangan baik yang belum diolah maupun yang telah mengalami pengolahan, dapat sampai ke tangan konsumen dengan “selamat”, secara kuantitas maupun kualitas.
2.2.1 Fungsi Pengemasan Makanan
Mengatur interaksi antara bahan pangan dengan lingkungan sekitar, sehingga menguntungkan bagi bahan pangan, dan menguntungkan bagi manusia yang mengkonsumsi bahan pangan.


2.2.2 Tujuan Pengemasan Makanan
  • Membuat umur simpan bahan pangan menjadi panjang.
  • Menyelamatkan produksi bahan pangan yang berlimpah.
  • Mencegah rusaknya nutrisi/gizi bahan pangan.
  • Menjaga dan menjamin tingkat kesehatan bahan pangan.
  • Memudahkan distribusi/ pengangkutan bahan pangan.
  • Mendukung perkembangan makanan siap saji.
  • Menambah estetika dan nilai jual bahan pangan.
2.2.3 Persyaratan Bahan Pengemas Makanan
  • Memiliki permeabilitas (kemampuan melewatkan) udara yang sesuai dengan jenis bahan pangan yang akan dikemas.
  • Harus bersifat tidak beracun dan inert (tidak bereaksi dengan bahan pangan).
  • Harus kedap air.
  • Tahan panas.
  • Mudah dikerjakan secara masinal dan harganya relatif murah.
Pengemasan makanan sangat berperan penting untuk menjaga atau melindungi makanan yang dikemas. Bahan yang digunakan untuk  mengemas makanan harus sesuai dengan sifat-sifatbahan makanan yang akan dikemas.
2.3 Plastik Pengemas Makanan
2.3.1 Plastik
   Plastik adalah salah satu bahan yang dapat kita temui di hampir setiap barang yang ada di sekitar kita. Mulai dari botol minum, TV, kulkas, pipa pralon, plastik laminating, gigi palsu, compact disk (CD), kutex (pembersih kuku), mobil, mesin, alat-alat militer hingga pestisida. Karena tingginya tingkat ketergantungan manusia pada plastik, sehingga plastik pun dijadikan sebagai pembungkus makanan. Kemasan plastik mulai diperkenalkan pada tahun 1900-an. Sejak itu perkembangannya sangat cepat. Sesudah Perang Dunia II, diperkenalkan berbagai jenis kemasan plastik dalam bentuk kemasan lemas (fleksibel) maupun kaku. Beberapa jenis kemasan plastik yang dikenal antara lain polietilen, polipropilen, poliester, nilon, dan vinil film. Bahkan selama dua dasawarsa terakhir, pangsa pasar dunia untuk kemasan pangan telah direbut oleh kemasan plastik.
            2.3.2 Kandungan Plastik
   Plastik ternyata mengandung zat-zat yang berbahaya apabila masuk ke dalam tubuh manusia. Maksud bahwa makanan tidak boleh dibungkus dengan plastik adalah apabila tidak ada alas antara keduanya atau gampangnya dibungkus telanjang. Jadi apabila makanan yang anda bungkus dengan plastik terlebih dahulu dibungkus dengan kertas minyak hal itu masih dibolehkan, karena makanan yang anda bungkus tidak langsung terkena plastik pembungkus.
Apalagi makanan yang masih dalam keadaan panas, lalu dibungkus menggunakan plastik. Sangat tidak dianjurkan, mungkin partikel-partikel plastik akan bercampur dengan makanan karena suhu makanan tersebut menyebabkan interaksi zat-zat yang ada pada plastik pembungkus. Dalam kemasan plastic, adanya migrasi atau pindahnya zat-zat monomer dari bahan plastik ke dalam makanan ini tidak mungkin dapat dicegah 100 persen. Migrasi (perpindahan) monomer terjadi karena dipengaruhi oleh suhu makanan atau penyimpanan dan proses pengolahannya. Memang tidak semua, hanya beberapa, seperti vinil klorida, akrilonitril, metacrylonitril, vinylidene klorida, dan styrene. Monomer vinilklorida dan akrilonitril cukup tinggi potensinya untuk menimbulkan kanker pada manusia. Vinilklorida dapat bereaksi dengan guanin dan sitosin pada DNA, sedangkan akrilonitril bereaksi dengan adenin. Vinilasetat telah terbukti menimbulkan kanker tiroid, uterus, dan lever pada hewan. Akrilonitril menimbulkan cacat lahir pada tikus-tikus yang memakannya.
Monomer-monomer lain, seperti akrilat, stirena, dan metakrilat serta senyawa-senyawa turunannya, seperti vinilasetat, polivinil klorida, kaprolaktam, formaldehida, kresol, isosianat organik, heksa metilendiamin, melamin, epodilokloridrin, bispenol, dan akrilonitril dapat menimbulkan iritasi pada saluran pencernaan terutama mulut, tenggorokan, dan lambung. Aditif plastik jenis plasticizer, stabilizer, dan antioksidan dapat menjadi sumber pencernaran organoleptik yang membuat makanan menjadi berubah rasa serta aroma dan bisa menimbulkan keracunan. Pada suhu kamar, dengan waktu kontak yang cukup lama, senyawa berberat molekul kecil dapat masuk ke makanan secara bebas, baik yang berasal dari aditif maupun plasticizer.
2.3.3 Kelebihan dan kekurangan plastik
             Plastik sebagai kemasan pembungkus makanan memiliki berbagai kelebihan. Kelebihan-kelebihan tersebut pun membuat plastic semakin unggul sebagai pembungkus makanan. Kelebihan tersebut di antaranya kuat tetapi ringan, murah, praktis,  tidak berkarat, sifat termoplastis (bisa direkat menggunakan panas), dapat diberi label atau cetakan dengan berbagai kreasi, dan mudah diubah bentuknya. Sebagai bahan pembungkus, plastik dapat digunakan dalam bentuk tunggal komposit atau multilapis dengan bahan lain, baik antara plastik dan plastik yang beda jenis, plastik dan kertas, maupun dengan yang lainnya. Kombinasi tersebut dinamakan laminasi. Dengan demikian, kombinasi dari berbagai jenis plastik dapat menghasilkan ratusan jenis kemasan. Namun setiap benda pasti memiliki kekurangan, tidak luput pula dengan plastic. Kekurangan plastic tersebut di antaranya kemungkinan terjadinya migrasi atau pindahnya zat-zat monomer dari bahan plastik ke dalam makanan, terutama jika makanan tersebut tak cocok dengan kemasan atau wadah penyimpanannya. Bahkan jika tidak digunakan sesuai fungsinya, bahan-bahan kimia yang terkandung didalamnya bisa membahayakan kesehatan. Beberapa jenis plastik dikondisikan tak tahan panas dan perlu waktu puluhan hingga ratusan tahun untuk terurai secara alami. Walaupun banyaknya kekurangan dari plastik tersebut, masyarakat masih tetap memilih plastic sebagai pembungkus makanan. Penggunaan plastic itupun, dapat dicoba untuk dikurangi dengan mencari alternatif  pengganti plastic yang ramah lingkungan misalnya dengan daun.

2.4 Alternatif Pengemas Makanan.
            Seperti yang kita ketahui, pengemas makanan berbahan platik sangat berbahaya bagi kesehatan dan lingkungan (karena tidak dapat terurai oleh mikroorganisme), maka dari itu banyak alternatif yang dapat digunakan untuk mengemas makanan. Dari pengemas yang tradisional maupun pengemas modern.
            Bahan alami yang dapat digunakan untuk mengemas makanan contohnya daun pisang. Tetapi tidak semua daun pisang baik digunakan untuk mengemas, dikarenakan sifat fisik yang berbeda terutama sifat fleksibilitas. Cara penggunaannya dapat secara langsung atau melalui proses pelayuan terlebih dahulu, hal ini untuk lebih melenturkan daun sehingga mudah untuk dilipat dan tidak sobek atau pecah. Seperti halnya pada pengemasan tape ketan, produk ini banyak mengandung air, sehingga dengan permukaan yang licin , rendah menyerap panas, kedap air dan udar, maka cocok untuk digunakan untuk mengemas.
Selain daun, kemasan alami juga ada yang terbuat dari bambu, kayu, rami atau yute. Namun, saat ini banyak alternatif pengemas makanan modern, tetapi tidak berarti memiliki fungsi yang lebih baik dari kemasan tradisional yaitu :
1.      Styrofoam
Bahan pengemas styrofoam atau polystyrene telah menjadi salah satu pilihan yang paling populer dalam bisnis pangan. Tetapi, riset terkini membuktikan bahwa styrofoam diragukan keamanannya. Styrofoam yang dibuat dari kopolimer styren ini menjadi pilihan bisnis pangan karena mampu mencegah kebocoran dan tetap mempertahankan bentuknya saat dipegang. Selain itu, bahan tersebut juga mampu mempertahankan panas dan dingin tetapi tetap nyaman dipegang, mempertahankan kesegaran dan keutuhan bahan yang dikemas, biaya murah,lebih aman, serta ringan. Pada Juli 2001, Divisi Keamanan Pangan Pemerintah Jepang mengungkapkan bahwa residu styrofoam dalam makanan sangat berbahaya. Residu itu dapat menyebabkan endocrine disrupter (EDC), yaitu suatu penyakit yang terjadi akibat adanya gangguan pada system endokrinologi dan reproduksi manusia akibat bahan kimia karsinogen dalam makanan Styrofoam yang ringan dan praktis ini masuk dalam kategori jenis plastik.
2.      Kertas
Beberapa kertas kemasan dan non-kemasan (kertas koran dan majalah) yang sering digunakan untuk membungkus makanan, terdeteksi mengandung timbal (Pb) melebi hi batas yang ditentukan. Di dalam tubuh manusia, timbal masuk melalui saluran pernapasan atau pencernaan menuju sistem peredaran darah dan kemudian menyebar ke berbagai jaringan lain, seperti: ginjal, hati, otak, saraf dan tulang.
3.      Kaleng
Kaleng yang dipergunakan untuk mengemas makanan itu cukup aman sebatas tidak berkarat, tidak penyok dan tidak bocor. Namun demikian bila kita akan mengonsumsi makanan yang dikemas dalam kaleng ini perlu melakukan pemanasan ulang. Yakni kurang leblh l5 menit untuk menghindarkan adanya E-coli yang sangat mematikan.
4.      Gelas
Gelas merupakan bahan pengemas yang aman. Gelas banyak digunakan untuk mengemas minuman ataupun makanan yang telah diproses melalui proses fermentasi seperti acar, taoco, kecap, dan lain-lain.





2.5 Daun Talas sebagai Pengemas Makanan.
            2.5.1 Talas.
Talas atau talas bogor (Colocasia giganteum Hook., suku talas-talasan atau Araceae) merupakan tumbuhan penghasil umbi, populer ditanam terutama di wilayah Indonesia bagian barat. Talas mirip dengan taro namun menghasilkan umbi yang lebih besar.
Daun talas berbentuk perisai yang besar. Daun ini dapat digunakan sebagai pelindung kepala bila hujan.
Xanthosoma roseum
Kerajaan:
(tidak termasuk)
Ordo:
Famili:
Upafamili:
Bangsa:
Genus:
Xanthosoma
Permukaan daunnya ditumbuhi rambut-rambut halus yang menjadikannya kedap air karena air akan mengalir langsung meninggalkan permukaan daun. Daunnya juga sebagai pakan ikan gurame.
Umbi talas dapat diolah dengan dikukus, direbus atau digoreng setelah dipotong-potong kecil. Daun talas dapat dipakai sebagai pembungkus. Daun talas juga dapat dimakan dan dijadikan pembungkus makanan yang dikenal sebagai buntil.
           



2.5.2 Kandungan Talas.
            Talas merupakan umbi berbentuk silinder atau lonjong sampai agak bulat. Kulit talas berwarna kemerahan, bertekstur kasar dan terdapat bekas-bekas pertumbuhan akar. Sedangkan warna dagingya putih keruh. Kandungan kimia dalam talas dipengaruhi oleh varietas, iklim, kesuburan tanah, dan umur panen. Umbi talas segar sebagian besar terdiri dari air dan karbohidrat. Kandungan gizi yang terdapat pada 100 gram umbi talas terdapat dalam tabel berikut :
Tabel 1. Kandungan gizi talas
Kandungan gizi
Talas mentah
Talas rebus
Energi (kal)
120
108
Protein (g)
1,5
1,4
Lemak (g)
0,3
0,4
Hidrat arang total (g)
28,2
25,0
Serat (g)
0,7
0,9
Abu (g)
0,8
0,8
Kalsium (mg)
31
47
Fosfor (mg)
67
67
Besi (mg)
0,7
0,7
Karoten total
0
0
Vitamin B1 (mg)
0,05
0,06
Vitamin C (mg)
2
4
Air (g)
69,2
72,4
Bagian yang dimakan (%)
85
100
Sumber : Slamet D.S dan Ig.Tarkotjo (1980), majalah gizi dan makanan jilid 4, hal 26, Pusat Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Depkes RI.
Selain umbi talas, daun talas mengandung banyak senyawa kimia yang dihasilkan dari metabolisme sekunder seperti alkaloid, glikosida, saponin, essensial oil, resin, gula dan asam-asam organik. Umbi talas mengandung pati yang mudah dicerna kira-kira sebanyak 18,2% dan sukrosa serta gula pereduksinya 1,42%.
2.5.3 Ciri-ciri Tanaman Talas
Talasan adalah tanaman herba monokotil tahunan. Kecuali spesies Amorphophallus, daun yang muncul dari tunas apikal komus berupa gulungan dengan tangkai daun panjang dan tegak yang menopang lembar daun yang lebar dan besar, berbentuk tameng. Tangkai daunnya lembut panjang padat berisi, tetapi memiliki banyak rongga udara yang memungkinkan tanaman beradaptasi terhadap kondisi tergenang. Sifat umum talasan adalah terdapatnya cairan getah menggigit yang ditemukan di seluruh jaringan.
Tinggi tanaman ini antara 0,5 – 1,5 m dan memiliki daun berjumlah 2 sampai dengan 5 helai. Daun merupakan daun lengkap, yaitu memiliki helaian daun, tangkai daun dan pelepah serta termasuk daun tunggal. Tangkai daun berwarna hijau, bergaris-garis tua dengan panjang 20 – 60 cm. Daun berbentuk perisai, berwarna hijau dan terkadang agak kekuning-kuningan. Pangkal daun berlekuk dan ujungnya meruncing. Ibu tulang daun daun besar dan dapat dibedakan dengan jelas dengan anak-anak tulang daun lainnya. Tepi daun rata, dengan pertulangan daun menjari dan tipe peruratan daun memata jala. Bagian bawah daun berlapis lilin, sedangkan bagian atas daun berwarna lebih cerah dari bagian bawahnya dan memiliki tekstur yang kasap. Batang sangat pendek, biasanya terbungkus oleh pelepah daun dan berbentuk umbi (bongkol) yang seringkali kita konsumsi. Batang berada di dalam tanah, berwarna coklat agak kehitaman dan terkadang diseliputi oleh bulu-bulu yang halus. Batang berbentuk bulat dan jarak antar ruas batang sangat sempit atau pendek. Arah tumbuh batang tegak, sehingga berdasarkan arah tumbuhnya cabang maka talas memiliki model arsitektur Chamberlain. Akar tanaman ini termasuk sistem perakaran serabut, dimana akar berasal atau tersusun atas sekelompok akar adventif yang terletak pada batang yang sangat pendek dan berbentuk filiformis.


2.5.4 Budi Daya Talas
Penanaman talas di negeri kita saat ini masih terbatas pada pekarangan dan tegalan saja. Hal ini menyebabkan produksi tanaman talas tehambat. Tehambatnya produksi talas, menyebabkan ikut terhambatnya produksi daun talas, hal ini yang menyebabkan sedikitnya orang menggunakan daun talas sebagai pengemas makanan.
            Pada umumnya, pertanaman tanaman talas masih dijalankan secara tradisional. Dimana bibit yang berupa anakan, diperoleh dari pertanaman sebelumnya. Bibit yang baik merupakan anakan kedua atau ketiga dari pertanaman talas sebelumnya. Anakan tersebut, setelah dipisahkan dari tanaman induk, disimpan pada tempat yang lembab dan dapat digunakan pada musim tanam berikutnya.
            Penanaman talas sangat mudah dilakukan, dan memerlukan ketekunan serta keterampilan yang sederhana. Langkah-langkah pembibitan :
1.      Siapkan bibit yang berasal dari tunas atau umbi sebelumnya (tunas biasanya berumur 5-7 bulan).
2.      Pilih bibit yang berada pada bagian bakal tunas, kemudian iris dan tinggalkan satu mata bakal tunas.
3.      Umbi yang diiris, dianginkan dan waktu disemaikan, lapisan bagian dalam irisan dilapisi abu.
4.      Setelah bibit tersebut berdaun 2-3 lembar daun, umbi siap ditanam pada tanah yang telah diolah sampai gembur (jarak tanam : 75cm X 75 cm).

            Setiap tanaman tidak lepas dari penyakit atau hama. Begitu pula dengan tanaman talas. Sejenis cendawan yang dapat menyebabkan tananaman talas layu. Hama yang mengganggu secara tidak langsung ialah rayap yang menggeruguti buah talas sehingga pertumbuhan tidak sempurna. Tidak sempurnanya pertumbuhan tanaman talas menyebabkan produksi daun talas semakin berkurang.
            Pemberantasan hama pada tanaman talas yang daunnya akan digunakan sebagai pengemas makanan, sebaiknya tidak menggunakan pestisida. Karena zat-zat pestisida akan dengan mudah melekat pada daun talas. Tentu saja hal itu akan membahayakan, karena zat-zat pestisida yang melekat pada daun talas akan bercampur dengan makanan. Tetapi hal itu tidak akan berbahaya, jika kita dapat mengolah daun talas dengan baik.

BAB III.
METODE PENELITIAN

3.1              Metode Pengumpulan Data

Adapun metode pengumpulan data dalam penulisan adalah menggunakan metode studi pustaka. Metode studi pustaka dilakukan dengan mencari data melalui internet dan membaca buku-buku yang terkait dengan data yang diangkat pada karya tulis ini. Data dari buku-buku sumber dan internet ini diharapkan dapat menunjang data yang diperoleh.

3.2              Metode Pengolahan Data

            Setelah data terkumpul, pengolahan dilakukan dengan menggunakan metode deskriptif. Dengan analisis secara deskriptif ini akan dipersentasikan secara lebih ringkas, sederhana, dan lebih mudah dimengerti. Analisis deskriptif pada umumnya menyangkut tentang plastik sebagai bahan pengemas makanan dan hal-hal yag berkaitan dengan talas (daun talas).
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Daun Talas sebagai Pengemas Makanan Alami.
Talas adalah salah satu jenis tanaman yang sudah dikenal luas dalam masyarakat kita. Ia merupakan salah satu tanaman palawija yang penting. Disamping itu talas juga merupakan sumber pangan ubi-ubian nomor tiga setelah ubi kayu dan ubi jalar. Tidak hanya umbi talas yang dapat dipergunakan, tetapi daun talas bisa digunakan sebagai pembungkus makanan.
Daun talas mempunyai struktur atau karakteristik yang lebar sehingga sangat cocok jika di gunakan sebagai pengemas makanan. Daun talas berbentuk perisai besar dengan tangkai panjang dan besar, lembaran daunnya 20-50 cm, dengan tangkai mencapai 1 meter panjangnya dan warna pelepahnya bermacam-macam, sehingga dapat digunakan sebagai pelindung kepala bila hujan. Permukaan daunnya ditumbuhi rambut-rambut halus yang menjadikannya kedap air karena air akan mengalir langsung meninggalkan permukaan daun. Daun talas dapat dipakai sebagai pembungkus makanan seperti bubur, nasi, jajanan tradisional Bali (sumping). Bila daun Talas dipolesi minyak kelapa asli rasa makanan akan lebih gurih dan tidak lengket pada daun
4.1.1 Pengolahan Daun Talas Sebagai Pengemas Makanan.
           Daun talas yang baru dipetik, yang sudah dipisahkan dari batangnya, kemudian pangkal daun dipotong untuk memisahkan tulang daun yang keras yang terdapat pada pangkal daun. Setalah daun siap, kemudian dibersihkan. Setelah daun yang sudah bersih, dijemur selama + 1-2 menit. Setelah daun layu, daun talas tersebut siap digunakan sebagai sebagai pengemas makanan.

Bila daun talas digunakan sebagai pengemas jajanan Bali seperti sumping, daun talas tersebut tidak perlu melalui proses penjemuran. Daun talas hanya dipotong sesuai dengan keiinginan dan jenis makanan.
Contoh makanan yang saat ini sudah dikemas dengan daun talas adalah Buntil. Buntil merupakan makanan khas magelang. Kebanyakan makanan buntil menggunakan kemasan daun talas. Selain digunakan untuk pengemasan buntil, daun talas sebagai pengemas juga bisa langsung di makan karena talas mempunyai nilai gizi yang cukup tinggi. Alasan menggunakan daun talas sebagai pengemas buntil tidak lain karena daun talas mempunyai permukaan dau yang sangat lebar.
Daun talas dapat dijadikan pengemas makanan alami dan higienis karena daun talas mudah untuk dibersihkan. Membersihkan daun talas, cukup dengan lap yang basah. Hal lain yang menyebabkan daun talas mudah dibersihkan adalah permukaan daun alas yang lebar serta lapisan lilin yang terdapat pada daun talas yang menyebabkan kotoran-kotoran tidak mudah melekat pada permukaan daun.
4.2 Keunggulan Daun Talas sebagai Pengemas Makanan.
           Daun talas selain digunakan sebagai pengobatan alternatif,  juga dapat digunakan sebagai pengemas makanan. Daun talas memiliki keunggulan tersendiri dari daun-daun lainnya. Daun talas memiliki lapisan lilin yang menyebabkan daun tersebut kedap air, sehingga kandungan makanan tidak mudah hilang. Hal tersebut menjadikan makanan tidak mudah mengalami fermantasi (basi).
            Selain daun talas kedap air, daun talas juga kedap terhadap minyak. Hal ini terjadi karena adanya prinsip gaya kohesi dan adhesi. Dimana gaya kohesinya lebih besar dari pada adhesinya, yaitu gaya tarik menarik antar molekul yang sejenis dalam hal ini gaya tarik antar molekul air lebih besar daripada gaya tarik menarik molekul air dengan molekul lapisan lilin pada daun talas.
           Keunggulan lain dari daun talas sebagai pengemas makanan adalah dapat dengan mudah dicari. Karena tanaman talas dapat tumbuh di daerah-daerah tropis seperti Indonesia. Seperti yang kita ketahui, kebanyakan orang hanya menggunakan atau hanya memanfaatkan umbi talas. Tanpa di sadari, daun talas juga dapat dimanfaatkan sebagai pengemas makanan daripada terbuang dengan sia-sia. Selain daun talas mudah dicari, daun talas juga mudah untuk dibudidayakan sendiri.
           Dewasa ini sedang dilakukan penelitian nanoteknotogi penggunaan daun talas sebagai bio-plastik. Alasan para peneliti menggunakan  talas sebagai bahan pembuatan bio-plastik, karena keunggulan talas yang memiliki lapisan lilin yang kedap air.
           Permukaan daun talas yang lebar, juga menjadi keunggulan tersendiri sebagai pengemas makanan. Jika dibandingkan dengan daun pisang, daun talas juga tidak kalah dengan daun pisang. Di kalangan masyarakat sekarang, kebanyakan masyarakat hanya menggunakan daun pisang sebagai pengemas makanan alami. Tetapi, tidak mungkin akan selalu menggunakan daun pisang sebagai pengemas makanan. Oleh karena itu, tidak jika penggunaan kemasan daun pisang diseimbangkan dengan penggunaan daun talas sebagai pengemas makanan guna menanambah pengemas organik, alami dan ramah lingkungan ke kalangan masyarakat luas. Selain menjaga kesehatan, pengemas makanan alami juga akan menjaga kelestarian lingkungan.
BAB V
PENUTUP

5.1 Kesimpulan
Dari data yang telah dijabarkan, dapat ditarik kesimpulan, bahwa :
1.      Penggunaan plastik sebagai pengemas makanan tidak baik bagi kesehatan dan tidak baik bagi lingkungan.
2.      Alternatif lain pengemas makanan organik selain daun pisang, yaitu dapat menggunakan daun talas.
3.      Pembudidayaan tanaman talas bertujuan meningkatkan produksi daun talas.
4.      Daun talas mempunyai karakteristik tersendiri sebagai pengemas makanan.
5.      Pengolahan daun talas sebagai pengemas makanan dapa dilakukan dengan cara yang sederhana.
6.      Daun talas mempunyai keunggulan-keunggulan dalam pengemasan makanan.

5.2 Saran
            Adapun saran yang disampaikan penulis adalah :
1.      Perlu adanya penelitian lebih lanjut untuk mengetahui kandungan daun talas yang lebih lengkap.
2.      Perlu adanya sosialisasi guna menyebarluaskan kegunaan daun talas sebagai pengemas makanan di kalangan masyarakat luas.



DAFTAR PUSTAKA

Ari, Sri Rini Dwi.2008. Teknologi Pangan Jilid 2.Jakarta:Dektorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan.
Rahmat Rukmana, Ir.1998.Budi Daya Talas.Jakarta:Kanisus

file:///D:/camp%20rock/Tugas/talasl.htm. diakses tangga 8 Agustus 2010






No comments:

Post a Comment